Kamis, 17 Januari 2013

Karena cinta tak harus berbentuk bunga








Aku mencintai suamiku karena sifatnya yang apa adanya..
Aku begitu menyukai rasa aman dan tentram yang muncul dihati ketika bersanding dengannya
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dua tahun dalam masa perkawinan, harus ku akui bahwa aku mulai timbul bosan dan lelah
Dengan kehidupan berumahtangga dengannya dan alasan – alasan mencintainya dulu kini telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Aku seorang wanita yang berjiwa sentimentil dan benar – benar sensitive serta berpersaan halus.
Aku merindukan saat saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan belaian.
Tetapi semua itu tidak lagi kuperoleh . suamiku kini jauh jauh berbeda dari apa yang kuharapkan dulu.
Rasa sensitivnya kurang dan ketidakmampuannya menciptakan suausana romantis dalam perkawinan kami.
Telah memusnahkan semua harapan tentang kehidupan yang ideal.

Suatu hari kuberanikan diri untuk menyatakan keputusan bercerai.

“Mengapa ?” dia bertanya terkejut.
“Aku lelah kamu tidak pernah memberikan cinta yang aku inginkan”

Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, nampak sedang mengerjakan sesuatu padahal tidak.
Kekecewaanku semakin bertambah , seorang laki –laki yang tidak bisa mengekspresikan perasaannya, apalagi yang dapat kuharapkan darinya ?
Dan akhirnya,
Dia bertanya “apa yang dapat aku lakukan untuk merubah pikiranmu ?”
Aku menatap amtanya dalam – dalam dan menjawab dengan perlahan “aku ada satu pertanyaan, jika kau dapat menjawabnya aku akan merubah pikiranku. Seandainya aku menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung itu, dan kita berdua tahu jika kau memanjat gunung itu kau akan mati. Apakah kau akan melakukannya untukku ?”

Diapun termenung dan berkata
“aku akan memberikan jawabannya besok pagi”

Hatiku langsung gundah mendengar reksinya.

Keesokan paginya suamikutidak berada dirumah, dan aku menemukan selembar kertas dengan coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisikan susu hangat yang bertuliskan

“sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu.. tetapi, izinkan aku untuk menjelaskannya.”
Kalimat pertama ini mengancurkan hatiku, aku lantas terus membacanya.
“sayang, kau bisa menggunakan komputermu dan selalu menghadapi masalah pada program didalamnya dan kau menangis didepan monitor, aku harus memberikan jari – jariku supaya dapat membantumu memperbaiki program yang rusak.
Kau selalu lupa membawa kunci ketika keluar rumah, dan aku harus memberikan kakiku supaya dapat menendang pintu , dan membuka pintu untukmu ketika pulang.
Kamu senang jalan – jalan keluar kota tetapi sering tersesat di tempat – tempat baru yang kamu kunjungi. Aku harus menunggu dirumah dan membantumu agar dapat memberikan mataku untuk menjelaskan jalan melalui  peta.  Kamu selalu kelelahan pada waktu pergi dengan teman baikmu setiap bulan, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijat kakimu yang terkilir. Kamu seseorang yang senang dim dirumah, an aku selalu khawatir kamu menjadi ‘aneh’ . dan aku harus memberikanmu sesuatu yang dapat menghiburmu dirumah atau meminjamkan lidahku untuk bercerita hal yang lucu yang aku alami. Kamu selalu menatap komputermu dan membaca buku dan itu tidak aik untuk kesehatan matamu.. aku harus menjaga mataku agar ketika tua nanti, aku masih dapat menolongu memotong kukum dan mencabuti ubanmu.
Tetapi sayangku, aku tidak akan mengambil buanga itu untukmu , karena aku tidak sanggup emlihat air matamu mengalir menangisi kematianku.
Sayangku, aku tau dluar sana masih banyak orang yang mampu mencintaimu lebih dari aku mencintaimu.
Untuk itu sayangku, jika semua yang telah kuberikan untukmu dengan tanganku, kakiku, mataku tidak cukup bagimu..
Aku tidak akan menahan dirimu mencari tangan, mata, dan kakiku yang dapat membahagiakanmu. “

Air mataku jatuh diatas tulisan dan membuat tintanya kabur. Tetapi aku tetap berusaha untuk membacanya.

“dan sekarang sayangku, kamu telah selesa membaca jawabanku, jika kau berpuas hati dengan semua jawaban ini dan tetap menginginkanku untuk tinggal dirumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita. Aku sekarang sedang berdiri didepan pintu menunggu jawaban darimu. jika kamu tidak puas,  biarkan aku masuk dan mengambil barang- barangku, dan aku tidak akan menyusahkanmu lagi. Percayalah kebahagiaanku adalah kau bahagia.”

Aku segera berlari membukakan pintu dan melihatnya berdiri di dean pintu dengan wajah sendu sambil tangan memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh Tuhan, kini baru aku tau, tidak ada orang lain yang pernah mencintaiku lebih dari dia mencintaiku..

1 komentar: